Minggu, 20 Januari 2019

BREXIT DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL


BREXIT DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Penarikan diri Inggris dari Uni Eropa tampaknya lagi menjadi topik yang hangat. Referendum yang digelar 23 Juni 2016 ini dikenal dengan istilah Brexit (Britania Exit). Dan referendum ini bukanlah yang pertama dilakukan Inggris, setelah sebelumnya menggelar hal serupa tahun 1975 yang sebesar 67 % suara menginginkan Inggris tetap bergabung dengan Uni Eropa. Tentu saja hal ini menuai pro dan kontra. Sisi pro yang setuju penarikan diri dari UE direpresentasikan oleh mantan walikota Inggris Boris Johnson yang mengatakan bahwa jika inggris keluar dari UE, maka dimungkinkan inggris akan dapat mengendalikan mata uang nasional, mempunyai kekuatan sebagai Negara mandiri,  serta masa depan ekonomi yang lebih baik. Sementara disisi kontra, Perdana Menteri David Cameron memilih untuk tetap tinggal dengan alasan bahwa, jika Inggris menarik diri dari UE, maka Inggris akan mengalami tekanan ekonomi.
Dikarenakan peran Inggris dalam perekonomian dengan UE sangat banyak, tentu saja hal ini member dampak bagi Inggris maupun UE. Meskipun hanya satu Negara, tetapi inggris merupakan Negara yang berpengaruh banyak bagi politik-ekonomi di dunia. Brexit bisa mengakibatkan memudarnya inggris sebagai pusat keuangan dunia di Eropa, dan juga hal ini mengakibatkan peningkatan ketidakpastian dan risiko yang selanjutnya akan menyebabkan nilai investasi dan perdagangan menjadi tertekan. Terlebih lagi, jika tidak segera di bentuk kesepakatan perdagangan baru, produsen inggris akan menanggung hambatan perdagangan dengan UE.
Setelah pengumuman hasil referendum brexit, pasar keuangan global terlihat guncang, yang diwarnai dengan penurunan indeks harga saham gabungan di hampir seluruh Negara pada tanggal 24 Juni 2016. Hal ini terlihat sebagai eforia dan reaksi sesaat terhadap Brexit dan kekawatiran sementara pasar terhadap dampak lanjutannya.[1] Disisi nilai tukar, efek langsung Brexit pada pelemahan mata uang Euro dan Pound Sterling terhadap US Dollar.[2] Berikut hasil data yang diambil dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Kedeputian Bidang Ekonomi:


Dari data diatas dapat dilihat bahwa pada tanggal antara 24 dan 27 Juni (Pasca Referendum Brexit) terdapat penurunan harga IHSG dibeberapa Negara, sementara mulai tanggal 28 Juni harga IHSG kembali mengalami penguatan. Seperti NYSE (New York Stock Exchange) pada tanggal 24 Juni berada diposisi -4,00 % tanggal 27 Juni naik diposisi -2,00 % dan pada 28 Juni mengalami kenaikan kembali diposisi 1,88 %.

Untuk nilai tukar sendiri dapat dilihat bahwa pada tanggal 24 Juni banyak mata uang mengalami depresiasi terhadap USD, terutama UK (dengan mata uang pound Sterling) yang mengalami depresiasi sebesar 8,82% terhadap USD dan persentase itu menurun pada tanggal 27 Juni menjadi 2,00 %. Sementara untuk Euro sendiri mengalami pelemahan pada tanggal 24 Juni sebesar 2,7 %. Beberapa Negara di Asia seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Indonesia, China, juga mengalami hal yang sama, setelah terdepresiasi pada tanggal 24 dan 27 Juni, nilai tukar mengalami apresiasi tanggal 28 Juni sebagai wujud kembalinya kepercayaan pasar di kawasan regional Asia.
Disisi perdagangan, setelah keluar dari UE, perusahaan-perusahaan inggris yang ada di UE tentu saja jadi dikenakan tarif seperti Negara-negara lain yang perusahaannya di UE. Ditambah lagi perjanjian perdagangan preferensial UE dan Negara ketiga akan berhenti berlaku untuk inggris, dan itu artinya inggris harus menyusun kembali perjanjian secara bilateral.
Di Indonesia sendiri, meskipun dampak Brexit begitu kuat dalam IHSG dan kurs, nampaknya itu hanya karena faktor sentimen belaka. Hal ini menjadi wajar karena pasar IHSG dan kurs sangat sensitive terhadap ketidakpastian, tapi bisa dipastikan hanya temporer saja dan akan segera reda. Faktor lain yang lebih dapat melihat dampak Brexit terhadap perekonomian Indonesia adalah pada perdagangan dan investasi langsung antara inggris dan Indonesia. Berdasarkan berita dari Kompas.com, Brexit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perekonomian di Indonesia. Hal ini karena jika melihat ekspor Indonesia ke Inggris jauh lebih rendah dibandingkan AS, China, Jepang, Singapura, dan lain sebagainya. Dibandingkan dengan Negara-negara di UEpun sama, ekspor Indonesia ke Inggris masih kalah dengan ekspor ke Belanda, Jerman dan Italia. Neraca perdagangan Indonesia terhadap inggris juga selalu surplus.
Sumber: kompas.com
Sementara untuk investasi, Inggris merupakan Negara kesepuluh terbesar yang  menanamkan modalnya di Indonesia. Dibandingkan dari Negara-negara UE, Inggris berada diposisi kedua setelah Belanda. Hal ini mengindikasikan bahwa dampak investasi cenderung lebih signifikan daripada perdagangan.

Sumber: kompas.com




[1] Kementerian Perencanaan Pembangunan/Bappenas. “Brexit dan Pengaruhnya terhadap Perekonomian Global dan Indonesia. Juni 2016.hlm 2
[2] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar