BREXIT DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Penarikan diri Inggris dari Uni Eropa tampaknya lagi menjadi
topik yang hangat. Referendum yang digelar 23 Juni 2016 ini dikenal dengan
istilah Brexit (Britania Exit). Dan referendum ini bukanlah yang pertama
dilakukan Inggris, setelah sebelumnya menggelar hal serupa tahun 1975 yang
sebesar 67 % suara menginginkan Inggris tetap bergabung dengan Uni Eropa. Tentu
saja hal ini menuai pro dan kontra. Sisi pro yang setuju penarikan diri dari UE
direpresentasikan oleh mantan walikota Inggris Boris Johnson yang mengatakan
bahwa jika inggris keluar dari UE, maka dimungkinkan inggris akan dapat
mengendalikan mata uang nasional, mempunyai kekuatan sebagai Negara
mandiri, serta masa depan ekonomi yang
lebih baik. Sementara disisi kontra, Perdana Menteri David Cameron memilih untuk
tetap tinggal dengan alasan bahwa, jika Inggris menarik diri dari UE, maka
Inggris akan mengalami tekanan ekonomi.
Dikarenakan peran Inggris
dalam perekonomian dengan UE sangat banyak, tentu saja hal ini member dampak
bagi Inggris maupun UE. Meskipun hanya satu Negara, tetapi inggris merupakan
Negara yang berpengaruh banyak bagi politik-ekonomi di dunia. Brexit bisa
mengakibatkan memudarnya inggris sebagai pusat keuangan dunia di Eropa, dan
juga hal ini mengakibatkan peningkatan ketidakpastian dan risiko yang
selanjutnya akan menyebabkan nilai investasi dan perdagangan menjadi tertekan. Terlebih
lagi, jika tidak segera di bentuk kesepakatan perdagangan baru, produsen
inggris akan menanggung hambatan perdagangan dengan UE.
Setelah pengumuman hasil
referendum brexit, pasar keuangan global terlihat guncang, yang diwarnai dengan
penurunan indeks harga saham gabungan di hampir seluruh Negara pada tanggal 24
Juni 2016. Hal ini terlihat sebagai eforia dan reaksi sesaat terhadap Brexit
dan kekawatiran sementara pasar terhadap dampak lanjutannya.[1]
Disisi nilai tukar, efek langsung Brexit pada pelemahan mata uang Euro dan
Pound Sterling terhadap US Dollar.[2]
Berikut hasil data yang diambil dari Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas Kedeputian Bidang Ekonomi:
Dari data diatas dapat
dilihat bahwa pada tanggal antara 24 dan 27 Juni (Pasca Referendum Brexit)
terdapat penurunan harga IHSG dibeberapa Negara, sementara mulai tanggal 28
Juni harga IHSG kembali mengalami penguatan. Seperti NYSE (New York Stock
Exchange) pada tanggal 24 Juni berada diposisi -4,00 % tanggal 27 Juni naik
diposisi -2,00 % dan pada 28 Juni mengalami kenaikan kembali diposisi 1,88 %.
Untuk nilai tukar sendiri
dapat dilihat bahwa pada tanggal 24 Juni banyak mata uang mengalami depresiasi
terhadap USD, terutama UK (dengan mata uang pound Sterling) yang mengalami
depresiasi sebesar 8,82% terhadap USD dan persentase itu menurun pada tanggal
27 Juni menjadi 2,00 %. Sementara untuk Euro sendiri mengalami pelemahan pada
tanggal 24 Juni sebesar 2,7 %. Beberapa Negara di Asia seperti Malaysia,
Singapura, Thailand, Indonesia, China, juga mengalami hal yang sama, setelah
terdepresiasi pada tanggal 24 dan 27 Juni, nilai tukar mengalami apresiasi
tanggal 28 Juni sebagai wujud kembalinya kepercayaan pasar di kawasan regional
Asia.
Disisi perdagangan, setelah
keluar dari UE, perusahaan-perusahaan inggris yang ada di UE tentu saja jadi
dikenakan tarif seperti Negara-negara lain yang perusahaannya di UE. Ditambah
lagi perjanjian perdagangan preferensial UE dan Negara ketiga akan berhenti
berlaku untuk inggris, dan itu artinya inggris harus menyusun kembali
perjanjian secara bilateral.
Di Indonesia sendiri,
meskipun dampak Brexit begitu kuat dalam IHSG dan kurs, nampaknya itu hanya
karena faktor sentimen belaka. Hal ini menjadi wajar karena pasar IHSG dan kurs
sangat sensitive terhadap ketidakpastian, tapi bisa dipastikan hanya temporer
saja dan akan segera reda. Faktor lain yang lebih dapat melihat dampak Brexit
terhadap perekonomian Indonesia adalah pada perdagangan dan investasi langsung
antara inggris dan Indonesia. Berdasarkan berita dari Kompas.com, Brexit tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap perekonomian di Indonesia. Hal ini
karena jika melihat ekspor Indonesia ke Inggris jauh lebih rendah dibandingkan
AS, China, Jepang, Singapura, dan lain sebagainya. Dibandingkan dengan
Negara-negara di UEpun sama, ekspor Indonesia ke Inggris masih kalah dengan
ekspor ke Belanda, Jerman dan Italia. Neraca perdagangan Indonesia terhadap inggris
juga selalu surplus.
Sumber: kompas.com
Sementara untuk investasi,
Inggris merupakan Negara kesepuluh terbesar yang menanamkan modalnya di Indonesia.
Dibandingkan dari Negara-negara UE, Inggris berada diposisi kedua setelah
Belanda. Hal ini mengindikasikan bahwa dampak investasi cenderung lebih
signifikan daripada perdagangan.
Sumber: kompas.com
[1] Kementerian Perencanaan Pembangunan/Bappenas. “Brexit dan
Pengaruhnya terhadap Perekonomian Global dan Indonesia. Juni 2016.hlm 2
[2] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar