Pasang Surut Hubungan Dagang Indonesia-AS
Hubungan ekonomi yang terjalin
antara Indonesia-Amerika telah lama terjalin, salah satunya adalah adanya skema
GSP (Generalized System of Preferences).
GSP merupakan program pemerintah AS dalam rangka mendorong pembangunan ekonomi
negara-negara berkembang dengan membebaskan bea masuk produk-produk ekspor ke
Amerika. Baru-baru ini, Presiden Trump yang menerapkan kebijakan proteksionisme
dikabarkan akan mencabut fasilitas GSP. Pencabutan GSP tentu saja akan berdampak
secara langsung bagi Indonesia, mengingat Indonesia adalah salah satu negara
yang menerima fasilitas tersebut. Dampak
yang ditimbulkan diantaranya adalah menurunnya ekspor Indonesia ke Amerika,
bahkan Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasti Lukita (dikutip dari
Liputan6) menuturkan ekspor Indonesia akan turun 50%.
Ada beberapa faktor yang menjadi
pertimbangan AS melakukan pencabutan fasilitas GSP, diantaranya surplus perdagangan Indonesia terhadap
Amerika yang terus meningkat, dan cukai barang tak berwujud di Indonesia
yang terlalu tinggi.

Grafik
neraca perdagangan Indonesia-Amerika
Selain 2 faktor tersebut, program Gerbang Pembayaran Nasional (GPN)
dapat menjadi salah satu penyebab akan dicabutnya fasilitas GSP. GPN adalah
sistem jaringan antarbank yang diluncurkan oleh BI pada 4 Desember 2017 untuk
mengintegrasikan transaksi antar bank. Sistem tersebut menyebabkan kerugian
pada perusahaan Amerika Visa dan Mastercard.
Jika GSP untuk Indonesia dicabut,
kemungkinan akan memantik perang dagang
antara Indonesia dengan Amerika, seperti yang baru-baru ini terjadi antara
India dengan Amerika. Pasca dicabutnya fasilitas GSP 5 Juni lalu, India
mengenakan bea impor yang lebih tinggi pada produk-produk Amerika seperti
Almond, Walnut, dan Apel.
Walaupun demikian, telah banyak pembentukan forum-forum untuk
meningkatkan hubungan ekonomi dengan Amerika, salah satunya adalah US-Indonesia Comprehensive Partnership
Agreement. US-Indonesia Comprehensive Partnership Agreement atau Kemitraan
Komprehensif Indonesia-Amerika merupakan kerjasamana untuk menjalin komitmen
jangka panjang yang mencakup tiga pilar yaitu politik dan keamanan, ekonomi dan
pembangunan, serta sosial-budaya, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
yang telah disepakati sejak tahun 2010 dan ditandatangani secara langsung oleh
MenLu Hillary Clinton dan Marty Natalegawa. Melalui perjanjian ini, kerjasama
untuk Amerika dan Indonesia dapat diperluas, salah satunya pada sektor eknomi
yaitu dengan meningkatkan perdagangan bilateral investasi melalui Trade
and Investment Framework Agreement (TIFA). Forum-forum lain yang dapat
meningkatkan kerjasama adalah Overseas
Private Investment Corporation (OPIC) yang merupakan kerjasama bidang
investasi untuk memudahkan penanaman modal perusahaan Amerika ke Indonesia, National Export Initiatives (NEI), United States Trade and Development Agency (USTDA), dan
Geothermal Development.
Bagi Amerika, sebenarnya Indonesia dengan populasi penduduk yang mencapai lebih dari 200 juta
jiwa merupakan pasar yang potensial.
Amerika dapat menjalankan kerjasama perdagangan dengan Indonesia untuk
mengimbangi pengaruh Tiongkok di kawasan Asia. Bagi Indonesia sendiri, Amerika
merupakan negara yang nilai investasinya sangat besar (tahun 2013 tercatat
sebesar US$2,4 miliar) yang membantu pertumbuhan ekonomi serta peningkatan
ketersediaan lapangan pekerjaan di Indonesia.
Kebijakan
proteksionisme pada dasarnya berlawanan dengan ciri khas Amerika, yang
merupakan negara liberalisme tetapi justru saat ini menerapkan kebijakan
tersebut. Negara yang dulunya membuat kesepakatan perdagangan global
(memutarbalikkan perdaganga global), tapi saat ini justru yang paling sering
melanggar. Kebijakan proteksionisme terhadap hubungan bilateral dapat
menghalangi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran kedua negara.
Seperti ditulis John Micklethwait
dan Adrian Wooldridge, dua jurnalis The
Economist dalam buku A Future Perfect,
dibandingkan yang kalah, pasar bebas terbukti telah melahirkan lebih banyak
pemenang.
Beberapa alternatif yang dapat
diterapkan untuk Indonesia adalah:
1.
Meningkatkan
kerjasama perdagangan dan investasi kepada negara lain untuk antisipasi warning perang dagang presiden Trump
2.
Perang
dagang Amerika-AS dapat dimanfaatkan untuk peningkatan ekspor Indonesia
3.
Meningkatkan
daya saing dengan optimalisasi kebijakan bea masuk/keluar
4.
Pemberian
insentif untuk mendorong ekspor
5.
Pengoptimalan
sektor pariwisata di Indonesia\